
Mayak, Tonatan, Ponorogo – Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN), Pondok Pesantren Darul Huda Mayak mengadakan beberapa rangkaian acara, di antaranya kenduri, yang dilaksanakan pada malam Sabtu, 24 Oktober 2025 M / 3 Jumadil Ula 1447 H. Acara dimulai sekitar pukul 19.45 WIB, bertempat di halaman Marwah Pondok Pesantren Darul Huda Mayak.
Acara tersebut dihadiri oleh pimpinan sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Darul Huda Mayak, Romo KH. Abdus Sami’ Hasyim, keluarga ndalem, dewan asatidz & ustadzah baik yang mukim maupun yang laju, serta seluruh santri putra dan putri Pondok Pesantren Darul Huda Mayak yang sangat antusias dalam mengikuti acara tersebut.
Kata kenduri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, meminta berkah, dan sebagainya. Kenduri atau yang lebih dikenal dengan sebutan selamatan atau kenduren (sebutan kenduri bagi masyarakat Jawa) telah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke Nusantara. Dalam praktiknya, kenduri merupakan sebuah acara berkumpul dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan oleh penyelenggara.
Rangkaian Acara
Sebelum acara kenduri dimulai, Hadroh Al-Hasyimi terlebih dahulu mengisi acara dengan pembacaan lantunan shalawat Nabi. Setelah hadroh selesai, MC (Master of Ceremony) maju ke depan panggung untuk membacakan rangkaian acara yang akan berlangsung. Acara diawali dengan wasilah Fatihah, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an oleh sdr. Muhammad Faris al-Faqih. Selanjutnya, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Darul Huda.

Acara berikutnya adalah mauidhoh hasanah oleh pimpinan Pondok Pesantren Darul Huda Mayak, Romo KH. Abdus Sami’ Hasyim. Diantara isi Mauidhoh beliau: “Ketika masa kemerdekaan, para kiai dan para santri ikut andil dalam merebut kemerdekaan. Sebab, Indonesia ini merdeka bukan karena hadiah, melainkan hasil dari perjuangan yang luar biasa, termasuk di antaranya para kiai dan para santri.
Memang benar, Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, tetapi ujian yang paling berat terjadi pada 10 November 1945. Setelah Bung Karno mendengar bahwa Belanda tidak menerima proklamasi kemerdekaan Indonesia dan akan menyerang kembali, Bung Karno meminta saran kepada Jenderal Sudirman. Kemudian beliau disarankan untuk menemui Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng. Pada 21 Oktober, Kiai Hasyim Asy’ari mengumpulkan para masyayikh untuk bermusyawarah. Lalu pada 22 Oktober muncul Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang kemudian meletuslah pertempuran pada 10 November.
Beliau juga menjelaskan: Pondok pesantren ala Ahlussunnah wal Jamaah sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, seperti Pondok al-Ihsan Jampes, Lirboyo, Tremas, Tegalsari Ponorogo, dan lain-lain.”
Setelah mauidhoh, acara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh KH. Abdul ‘Adzim Hasyim, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.


Pon. Pes. Darul Huda Mayak