
Mayak, Tonatan, Ponorogo – Senin, 17 November 2025, Ponpes Darul Huda Mayak melalui Himpunan Murid Madrasah Miftahul Huda (HIMMAH) kembali melaksanakan Diklat Thoharoh dan Sholat untuk santri kelas 1, 2, dan kelas eksperimen MMH. Diklat ini merupakan agenda penting untuk membekali santri baru pemahaman dasar tentang shalat sebagai tiang agama Islam beserta thoharoh yang menjadi syarat sahnya.
Kegiatan yang dibagi menjadi dua sesi pertemuan (Jum’at malam Sabtu, 14 November 2025 dan Senin, 17 November 2025) serta bertempat di Aula Roudhoh 3 dan ruang kelas belakang kantin ini berlangsung kondusif, interaktif, dan penuh makna. Para pemateri yang sudah mumpuni tidak sekadar menyampaikan teori, tetapi juga mempraktikkan kaifiyyah (tata cara) thoharoh dan shalat secara langsung. Santri diajak memperhatikan detail-detail kecil yang sering dianggap sepele, namun justru kerap menjadi penyebab ketidaksahan ibadah.

Diklat ini sekaligus menjadi upaya meluruskan berbagai kesalahan yang telah menjamur dan dianggap lumrah oleh sebagian santri, baik dalam wudhu maupun pelaksanaan shalat. Dengan menekankan problematika empiris dan praktis di lapangan, santri dibimbing agar memahami mana praktik yang benar dan mana yang harus diperbaiki. Harapannya, mereka dapat menjalankan thoharoh dan shalat dengan baik, tepat, dan sesuai tuntunan syariat, sehingga tumbuh menjadi ‘ibaadillāhish shālihin.

Suasana diklat semakin hidup saat pemateri melempar pertanyaan, memancing santri untuk berpikir aktif, lalu dilanjutkan sesi tanya jawab. Acara ditutup dengan sesi foto bersama sebagai dokumentasi pembelajaran penuh makna malam itu.
Nagata Alfin (1 L) mengatakan bahwa ia kini lebih memahami rukun-rukun sholat.
Najwan (Jojo) mengaku baru tahu bahwa jam’u baina al-madhmadhoh wa al-istinsyāq (berkumur dan menghirup air secara bersamaan) ternyata hukumnya sunnah. Sementara itu, M. Rizqi Arya P. memperoleh pemahaman baru mengenai wudhu menggunakan air kurang dari dua kullah yang tetap sah dengan syarat tertentu, serta bahwa niat yang wajib dibaca ketika menjadi makmum cukup “Ushollī fardho as-shubhi ma’mūman,” sedangkan selebihnya dihukumi sunnah.
Dari kelas eksperimen, Haidar Jagad S., Burhanuddin Al-Faruq, dan Ahmad Nazarudin A. merasa diklat ini membuka wawasan baru yang sebelumnya tidak mereka ketahui. Mereka belajar bahwa duduk tahiyyat dengan bersila tidak mengapa; apa yang harus dilakukan ketika lupa membaca Al-Fatihah; menoleh dalam shalat hukumnya makruh; salam tidak harus disertai menoleh kanan–kiri namun tetap wajib dilafalkan; dan masih banyak lagi. Di kelas eksperimen ini, hampir seluruh paruh kedua (kurang lebih 60 menit) digunakan untuk sesi tanya jawab dan para peserta pun sangat antusias.

Ust. Hafidh Abrori, salah satu pemateri, mengungkapkan kebahagiaannya dapat berbagi ilmu selama dua hari mengisi diklat. Ia bangga melihat antusiasme santri kelas 1A yang berani bertanya dan sudah mampu berpikir kritis. Beliau juga menilai bahwa pelaksanaan diklat yang dipisah per kelas, metode yang telah berjalan dua tahun terakhir, membuat suasana lebih kondusif dibandingkan jika seluruh santri dikumpulkan dalam satu aula besar.
Melalui diklat ini, para santri tidak hanya mempelajari teori, tetapi juga langsung memperbaiki kebiasaan ibadah yang keliru. Dengan pemahaman yang benar sejak dini, diharapkan seluruh peserta mampu menata ibadahnya dengan baik dan terus tumbuh menjadi santri yang taat, teliti dalam thoharoh, sempurna dalam shalat, dan pada akhirnya menjadi bagian dari ‘ibaadillāhish shālihin.
Penulis : Abdul Fattah Rizqi & Nur Syihabuddin
Fotografer ; M. Farhan Rizqullah
Pon. Pes. Darul Huda Mayak